Setelah diteliti, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil. Pertama, kadar air merupakan faktor penting yang menentukan kualitas madu, karena kadar air yang tinggi dapat menyebabkan fermentasi madu yang tidak diinginkan selama penyimpanan. Ketika kadar air tinggi, ragi osmotolerant dalam madu dapat mereproduksi dan menguraikan gula dalam madu menjadi alkohol dan karbon dioksida, menghasilkan bau dan rasa yang tidak enak (Codex Alimentarius, 2001). Dari segi pengujian warna, disimpulkan bahwa secara umum, madu yang berwarna gelap memiliki tingkat pigmen, senyawa fenolik, dan mineral yang tinggi (Bertoncelj, et al. 2007).
Dari pengukuran tingkat pH, diketahui nilai pH madu segar pada umumnya sekitar pH 3,4 – 6,1 seperti yang telah dibahas dalam literatur (Khalil, et al., 2012). Semua madu yang diteliti menurut data pengujian yang dilakukan oleh Guo. P, et al.,(2019) ternyata bersifat asam, pH-nya lebih rendah dari pH optimal untuk sebagian besar bakteri. Rendahnya pH madu penting untuk stabilitas madu terhadap kontaminasi mikrobiologis.
Menurut data pengujian yang dilakukan oleh Guo. P, et al.,(2019) konsentrasi alkohol dalam darah tikus pada kelompok model adalah 4,493 ± 1,413 mg / ml, sedangkan tikus dalam lima kelompok madu semuanya lebih rendah daripada di kelompok model. Madu Vicia dichroantha, madu Astragalus sinicus, madu Robinia pseudoacacia dan madu Ziziphus jujuba dapat secara signifikan (p <0,05) mengurangi konsentrasi alkohol dalam darah.
Secara khusus, kelompok madu Ziziphus jujuba menunjukkan konsentrasi alkohol dalam darah terendah (2.284 ± 1.238 mg / ml), menunjukkan bahwa ia memiliki efek menghilangkan alkohol terbaik. Tingkat penghapusan alkohol dari lima madu berkisar antara 18,01% hingga 49,17%. Hasil ini menunjukkan bahwa madu dari asal bunga yang berbeda memiliki efek yang berbeda pada konsentrasi alkohol dalam darah.
Penulis : Fajar Abhirama